Minggu, 09 November 2008

Pernahkah ke Kedung Ombo ?


Pernahkan pembaca sekalian mendengar tentang Kedung Ombo ?atau pergi ke Kedung Ombo ?

Kedung Ombo adalah sebuah waduk/ danau buatan yang terletak di perbatasan antara 3 kabupaten yaitu Grobogan, Sragen dan Boyolali. Kedung Ombo membendung air sungai Lusi.Waduk ini merupakan salah satu waduk yang besar di pulau Jawa. Pembangunannya menggunakan dana internasional/ dana bank dunia saat pemerintahan presiden Soeharto. Saat awal pembangunan waduk ini menyisakan kepiluan karena masalah ganti rugi yang dipaksakan sehinga warga yang terkena waduk ini dirugikan.Sampai saat ini masalah ganti rugi belum terselesaikan dalam arti warga masih belum rela dengan ganti rugi yang di paksakan oleh pemerintah saat itu.Untuk mengetahui tentang seluk beluk pembayaran gati rugi, protes warga, advokasi dari mahasiswa utk menuntuk ganti rugi yang layak, silahkan pembaca membuka Google..banyak informasi yang tersedia di sana.


Saya akan menceritakan kesan dan pengalaman saya saat pertama kali ke waduk tersebut. Dari saat kuliah dahulu, saya hanya mendengar saja tentang waduk Kedung Ombo, tetapi belum pernah ke sana. Ketika saya mulai kerja di Semarang,maka keinginan untuk melihat waduk itu muncul kembali, karena Semarang tidak terlalu jauh letaknya dari waduk Kedung Ombo.

Saya putuskan untuk pergi ke Kedung Ombo.

Pagi-pagi sekali, saya siapkan motor saya, sendirian saya akan ke Kedung Ombo.Aku menyukai perjalanan naik motor sendirian, seperti petualangan. Aku belum tahu jalan ke sana, belum pernah melewati batas timur dari kota Semarang.

dari kost ku di Tembalang, aku ke arah Meteseh terus ke jalan raya KedungMundu terus ke Penggaron. dari Penggaron terus ke timur k arang Purwodadi.


Mulai dari Penggaron ke timur, jalanan mulai bergelombang, jadi pengendara harus hati hati,dari jaman dahulu, jalan di Purwodadi memang terkenal kurang bagus kualitasnya karena tanahnya yang labil. Pemandangan di sepanjang jalan adalah lahan persawahan, indah di pandang mata. Tetapi kalau melihat rumah rumah kayu di sepanjang jalan, jadi agak miris juga,rumah kayu yang seadanya, tanda ketidak sejahteraan dari sebagian warga.
Setelah berjalan 1 jam kita akan sampai di Gubug. Silahkan pembaca membuka google untuk melihat sejarah dari nama Gubug ini..mungkin jaman dahulu rumah disini adalah dari kayu semua,seperti gubug sehingga daerah ini diberi nama Gubug.
Setelah itu perjalan diteruskan ke Dempet, terus ke kota Purwodadi. Di Purwodadi dah siang sehingga aku mampir untuk sholat Dhuhur.Dari Purwodadi aku belum tahu arah jalan ke Kedung Ombo, aku tanya kepada pengemudi becak, trus dapat infonya. Arah jalan ke Solo, setelah melewati hutan pohon kayu putih di Geyer/Toroh maka ambil jalan ke kanan, ke arah perbukitan. Itulah jalan masuk ke Waduk Kedung Ombo.
Masih agak jauh perjalanannya. Di kiri kanan jalan tampak hutan jati, kayu putih.Saat itu musim awal musim kemarau.Poh0n jati mulai meranggas. Hawa cukup panas.Pohon pohon jati yang besar membuat suasana cukup seram, apalagi aku berjalan naik motor sendirian,tapi karena sudah aku niatkan, maka aku terus berjalan, pelan-pelan , sambil lihat pemandangan,serasa berpetualang.
Sekitar 4 Km sampailah kta di pintu masuk waduk,bayar karcis masuk dahulu, setelah itu ke tempat parkir sepeda motor.Sesudah parkir, kita akan dapat menyaksikan waduk yang luas dengan air yang hijau kebiruan.
benar benar indah. Aku takjub melihat genangan air yang luas, yang berada di semacam cekungan, dengan bukit-bukit rendah yang mengelilingi genangan tersebut. Sekeliling bukti tersebut berada dalam perbatasan antara 3 kabupaten, Grobogan, Sragen, Boyolali.Aku gak tahu masuk kecamatan mana di sisi Sragen dan Boyolali.Aku sekarang di isi Grobogan.
Setelah melihat genangan air, aku baru membayangkan, dahulu desa desa yang ditenggelamkan untuk proyek tersebut. Desa yang tenggelam,kenangan yang tenggelam,tradisi yang tenggelam. Aku berpikir ini adalah sebuah kekejaman. Rakyat yang lahannya sekarang di tenggelamkan untuk waduk, sekarang hidupnya terserak, tersia-sia, miskin. Air waduk tidak bisa mereka nikmati untuk mengaliri lahan pertaniannya, karena lahan pertanian telah tenggelam.Mereka sekarang menjadi manusia yang tercabut akarnya dari lahannya, menjadi buruh atau menjadi transmigran sesuai dengan anjuran pemerintah.Tetapi apakah dengan menjadi transmigran , kehidupan di rantau di Sumatra mungkin, atau kalimantan tempat merek di tempatkan akan menjadi lebih baik..belum tentu juga..masih tanda tanya..yang jelas sekarang lahan pertanian mereka teleh tenggelam.
Setelah puas melihat , kalau perut lapar kita dapat makan ikan bakar yang banyak di jajakan di pinggir waduk. Murah, merakyat, mengenyangkan.
Setelah cukup , maka aku memutuskan untuk pulang . Aku ambil jalan berbeda dari jalan datang tadi.Aku mengambil jalan ke kiri, menuju Juwangi, Boyolali, walaupun aku belum pernah tahu jalan tersebut. Sekali lagi ini menurutku adalah sebuah petualangan.
Jalan yang aku tempuh melewati hutan jati yang lebat, tapi meranggas, dengan tampilan kemiskinan di jalan terbut.Jalan yang bergelombang, aspalnya tinggal 20%, pokoknya tidak nyaman untuk di lewati. Yang membuat aku terkejut adalah pemandangan kemiskinan di sepanjang jalan. Aku menemukan banyak peminta-peminta. Aku terkejut. Aku gak membayangkan di jalan sesepi itu ada pemeinta-minta. Ada yang tua ada yang muda.Mungkin jumlahnya 20 orang lebih,tersebar di sepanjang jalan yang 10 km tersebut.
Peminta minta di tengah hutan jati. benar benar mengejutkan kemiskinan di kawasan ini. Kemiskinan karena lahan di sana memang kering, tidak bisa dialiri oleh air waduk.
Air waduk tenyata mengalir ke tempat yang jauh, Ke Purwodadi bawah, Demak, Kudus, Pati,,tidak kepada area dilingkungan waduk tersebut.Mereka tidak menikmati berlimpahnya air di waduk Kedung Ombo.Ironis.






2 komentar: