
Perubahan lahan terbuka untuk pemukiman adalah sebuah keniscayaan.Penduduk kota Semarang semakin banyak. Penduduk yang semakin banyak tentu memerlukan rumah yang semakin banyak. Rumah yang semakin banyak memerlukan lahan yang banyak pula, akhirnya konversi lahan menjadi tidak terelakkan. Rumah rumah baru tersebut tentunya banyak berdiri di pinggir kota, sebagai efek dari perluasan kota tersebut. Pinggiran kota Semarang adalah perbukitan, akhirnya perbukitan tersebut harus di kepras/diratakan untuk dijadikan pemukiman.
Kita mulai dari Semarang sebelah Timur. Mulai arah KedungMundu ke timur, kita akan saksikan aktifitas pengeprasan ini, misalnya di sekitar SendangMulyo, dan di Meteseh. Bukit-bukit hijau yang merupakan daerah resapan air diratakan sedemikian rupa untuk pemukiman. Kalau kita menuju Semarang barat,maka hal yang sama juga akan kita lihat. Daerah hutan dan bukit-bukit disekitar Boja juga sudah mulai padat dengan aktifitas pembangunan perumahan.
Ini adalah sebuah bencana untuk kota Semarang bagian bawah, karena ketika hujan di sekitar Semarang maka air tidak akan lagi meresap ke tanah,karena telah menjadi pemukiman, air akan langsung meluncur menuju selokan, selokan akhirnya bersatu dengan selokan besar menuju laut. Selokan besar menuju laut akhirnya tidak mampu menampung aliran tersebut sehingga air melebar kepada selokan pembungan air rumah yang menuju selokan tersebut. Akhirnya selokan meluap,menjadi banjir.
Itulah ironi kota Semarang, semakin kota berkembang ke pinggiran maka pusat kota Semarang akan semakin sering di landa banjir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar